PIDIE - globalnusantara.com, Iskandar dari JMSI (Jaringan Media Siber Indonesia) dan YARA (Yayasan Advokasi Rakyat Aceh) Wilayah Kab. Pidie angkat bicara terkait larangan pengibaran bendera Aceh berlatar Bulan Bintang. Dia menilai pengibaran bendera Bulan Bintang sah dan legal secara hukum. Pernyataan itu disampaikan Iskandar menanggapi, larangan pengibaran bendera Bulan Bintang di berbagai daerah di Aceh pada acara Maulid.
“Coba tunjukan pada saya, mana aturan atau undang–undang yang melarang bendera Bulan Bintang itu tidak boleh dikibarkan. Mana Peraturan Prersiden (Perpres), mana Peraturan Menteri (Permen). Semua itu tidak ada. Artinya, tak ada dasar hukum untuk melarang pengibaran bendera tersebut,” ungkap Iskandar pada media ini, di Kota Sigli, Jum'at (31/10/2025).
Menurut Iskandar, masalah bendera sebagai lambang Aceh itu sudah diatur dalam perjanjian damai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia melalui Memorendum of Understanding (MoU) yang ditandatangi di Finlandia 15 Agustus 2005. Sebagai turunannya di atur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur kekhususan dan kewenangan Aceh sebagai daerah istimewa di Indonesia, yang menjadi hasil kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan GAM. UU ini memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Aceh dalam mengurus pemerintahannya sendiri, termasuk pengenaan Syariat Islam sesuai tradisi Aceh, memiliki bendera dan himne sendiri, serta mengelola sumber daya alam seperti minyak dan gas bersama dengan pemerintah pusat.
“Persoalan Bendera sebagai wujud ke-Khususan Aceh telah ditetapkan dan disahkan oleh DPR Aceh dengan terbitnya Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh. Jadi, apalagi yang harus kita takutkan. Kita punya payung hukum berupa qanun dan itu harus kita laksanakan karena perintah undang-undang,” harapnya.
Menurutnya, persoalan yang dimunculkan sekarang adalah, seolah olah qanun yang disahkan DPR Aceh harus mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat, karena dianggap melanggar dan menyalahi aturan. Namun, faktanya Pemerintah Pusat tidak bisa menjelaskan kenapa bendera Bulan Bintang itu tidak boleh dikibarkan.
“Saya selalu bersikeras tentang ini (bendera bulan bintang). Kenapa mereka (Pemerintah Pusat) menghalang-halangi kita melaksanakan UUPA yang itu dijamin secara konstitusional. Dan, kenapa mereka terlalu ikut campur mengatur kita membuat bendera, kalau memang diatur-atur suruh mereka saja yang buat. Dan, tidak usah kita diberikan ke khusussan,” tegas Iskandar.
Sebagai Putra asli berdarah Aceh, Iskandar merasa memperjuangkan bendera Bulan Bintang adalah harga mati. Karena, itu merupakan cita-cita seluruh rakyat Aceh dan syuhada yang telah meninggal dalam konflik berkepanjangan di Aceh. Dia juga meminta Pemerintah Pusat tidak elergi dengan permintaan bendera Bulan Bintang. Karena apa yang telah dilakukan pemerintah dengan berani, tegas dan luar biasa menyelesaikan konflik bersenjata dengan GAM di pentas politik dunia mendapatkan apresiasi sangat tinggi dari dunia Internasional.
"Kita meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk sama-sama mendatangi dan menuntut kepada Mualem selaku Gubernur Aceh agar bersedia menyerukan kepada seluruh instansi pemerintahan dan swasta serta Bupati/ Walikota di Aceh untuk mengibarkan bendera Bulan Bintang. Menurut Iskandar, Mualem harus berani mengambil langkah dan keputusan, menjalankan amanah undang-undang dan menunjukan sikap kita pada Pemerintah Pusat, bahwa kita adalah daerah dengan pemberlakukan kekhususan,” harapnya lagi.
Sekedar mengulang, hingga kini bendera Bulan Bintang dilarang dikibarkan di Aceh. Bendera itu dianggap mirip bendera GAM sebelum damai dengan Pemerintah Indonesia. Memang, Aceh diberikan hak untuk memiliki bendera sesuai dengan Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) Tahun 2006. Sayang, qanun yang mengatur tentang bendera itu belum disepakati dan memilih calling down. Jr(**)
إرسال تعليق